Langsung ke konten utama

Allah Selalu On Time



Sudah lama aku tidak merefleksikan diri seperti ini. Menggunakan akal, pikiran, dan perasaanku untuk menerjemahkan lagi apa inginnya. Apa harapnya, sudah sampai mana progresnya. Terlalu banyak pertanyaan yang entah jawabannya  benar-benar ingin kuketahui atau ya sudah cukup melegakan hanya dengan mempertanyakannya saja. Karena dengan begitu, aku tahu bahwa masih mampu menyadari ada yang salah. Aku masih punya ‘perasaan’ untuk dapat menerjemahkan kebingungan.

Sejauh ini, ternyata hidup tidak selalu seru. Aku sadar, bahwa aku tidak seistimewa itu. Aku hanyalah manusia biasa yang hidup di dunia biasa, di mana orang lain juga memiliki hidupnya, perasaannya, pikirannya, dan segala hal yang tidak perlu digembar-gemborkan.

Toh dunia akan tetap berjalan. Hari ini, nanti, dan seterusnya. Tidak peduli jika aku ada, tidak ada, sedang apa, dan menjadi siapa. Benar, ternyata aku tidak sepenting itu. Tidak seperti pikirku di masa lalu yang mengira akan ada hal ‘besar’ atau apapun itu yang akan terjadi padaku, pun mempengaruhi banyak orang. Toh aku tidak seterkenal itu. Aku tidak seberpengaruh itu. Aku hanyalah manusia biasa yang bisa jadi sukses atau tidak tergantung dengan apa yang aku lakukan saat ini.

Banyak yang lebih hebat, pekerja keras, cerdas, dan lebih-lebih lainnya di luar sini. Aku hanya kerumunan kecil yang sekelebat lewat pandangan orang. Sehingga segala hal yang sedang aku keluhkan sekarang, ya akan tetap seperti itu sampai suatu hari nanti aku berani mengubahnya. Menepikan sisi pengecutku. Iya, ternyata aku memang tidak seoptimis dulu. Aku menyadari, bahwa kita tidak bisa memilih untuk diperlakukan seperti apa oleh seseorang, namun kita bisa memilih memperlakukan orang lain seperti apa.

Dan kini, kurasakan timelineku memang sedikit lebih lambat dari beberapa orang. Oh maka kuputuskan, untuk berhenti membanding-bandingkan. Capaianku pun tidak sehebat teman-temanku, oh ya, tak apa. Aku bisa yakini kalau memang seharusnya demikian. Aku akan selalu coba untuk berbaik sangka dengan skenario hidup yang sedang aku jalani. Aku terima, itu tidak apa-apa, pasti bukan masalah besar.

Dan.. Aku ingin sekali berdamai dengan diriku sendiri. Ingin damai dengan hal-hal yang kupikir tidak seharusnya terjadi seperti ini. aku ingin menikmati apa yang bisa aku nikmati, dan fokus mengerjakan yang pasti-pasti. Beberapa hal yang kucoba usahakan namun tak kunjung kugapai, kujuga ingin berdamai dengan hal itu. Rasanya ingin kubiarkan saja ia hanya sekadar menjadi impian, walau tentu pasti sangat kusyukuri jika itu tercapai satu-satu.

Aku lelah, menyeret kakiku yang tersenggal dengan ekspektasi yang entah sampai kapan akan terus di sana. Aku ingin berjalan lebih cepat. Aku ingin berlari. Aku ingin berdamai dengan belukar di kaki, mendung di kepala, serta segala hal yang kerap menarikku untuk berulang merasa terpuruk atas nasib. Mengapa terasa begitu sulit? Ya Allah, aku sungguh ingin namun rupanya aku sendiri yang menjadikannya tak mungkin.

Toh sebenarnya, aku baik-baik saja. Hidupku masih lebih baik dari beberapa lainnya di luar sana. Panca inderaku masih bisa menemani bertumbuh dan berkembang. Aku memiliki orang-orang yang menyayangiku, membutuhkanku, menerimaku, dan bisa jadikan aku tempat bersandarnya.

Rasa kurang yang kerap datang dalam diriku itu, memang sangatlah manusiawi. Namun juga sangat menggangu. Berulang kukatakan pada diri ini, “Fin.. berjalan pelan itu tidak apa-apa. Diam sesaat, bahkan lama pun juga bukan masalah. Tidak semua kuncup bunga bermekaran di waktu yang sama.”

Maka sebenarnya, apa sih yang aku khawatirkan?

Bumi ini sudah tua, pun orang-orang yang lahir lebih dulu di dalamnya. Termasuk aku, pun beberapa orang yang aku sayangi. Suatu hari nanti, aku akan mati dan kembali pada bumi. Entah dengan cara yang bagaimana. Entah di waktu yang masih rahasia. Namun jika waktu itu tiba, kuharap bisa pergi dengan perasaan yang lebih merasa cukup atas diriku sendiri.

..karena kuyakin, sama dengan segala hal yang jalan beriringan denganku saat ini, Allah selalu on time. Menghadirkanku, menempatkanku, bahkan kelak  menjemputku.

 


Digilib, UGM.

4/3/2024

Komentar