Kalau tidak tahu, ya cari tahu. Jangan tunggu dikasitahu dulu. Kalau terus-terusan begitu, ya capek. Ngasitahu duluan mulu itu, melelahkan. Kalau memang ingin tahu, sungguhan peduli, ya pasti ada inisiatif untuk cari tahu kan ya?
Apa coba yang ditakutkan?
Takut ditolak mah alasan yang cemen, yakali ga coba lagi? Kalau
satu cara tak mempan, coba 1001 cara lainnyalah. Pesimis amat. Kalau alasan lainnya
karena sungkan, ya mau sampai kapan sungkan terus? Sungkan kok ndak
selesai-selesai. Oh atau mungkin takut dijudge? Yhaa tinggal dihadapi aja ga sih,
sekalian dikonfirmasi. Ini baru dijudge manusia, kek mana Tuhan nanti yakan?
“Ah, paling juga ntar cerita sendiri”
Ya iya, tapi keburu basi. Moment ketika kamu di sana, hadir,
merespon dengan sigap. Adalah hal-hal yang luar biasa tiada tara. Dia jadi
merasa tidak sendirian-sendirian amat. Tidak merasa bahwa orang yang selama ini
di dekatnya, ya memang tidak sejauh itu. Hanya karena kamu pernah diterjemahkan
rasa kesalnya, sedihnya, bingungnya, marahnya, jadi kamu pikir mending nunggu
ajalah ntar juga diceritain. Kemudian kamu nunggu-nunggu terus sampai lama, eh
keburu kamunya ntar yang ndak sabaran. Lama-lama jadi ikutan kesal. Jadi bukannya
menjadi teman, malah nambah-nambah beban pikiran. Nyikasa banget sih itu. Huh,
cape deh.
Kadang tuh, hati kalah sama logika. Kalah juga sama gengsi. Kalah
juga sama ekspektasi. Kesian banget itu hati ya, kalah mulu. Ada iya, dipake
kagak. Bisa dirasain juga iya, tapi kalau diikutin bisa bikin orang ngerasa
lemah banget. Ya padahal kan manusia. Pasti punya hati. Binatang & tumbuhan
aja bisa merasakan, lha ini manusia mau saingan sama robot. Amazing.
Energi untuk menceritakan itu juga kadang terbatas. Belum kelar
diceritakan, ada lagi aja problem yang lain. Belum sempat berdamai sepenuhnya
sama yang sebelumnya, eh mash harus nyeritain lagi. Ndak kebayang kah capeknya?
Jadi, kalau ujung-ujungnya hanya saling diam, kemudian semuanya berjalan lagi
(seolah-olah) seperti biasa, bisa dipastikan masih ada yang belum selesai. Dan mungkin
tidak akan selesai, dan bisa jadi justru bertumpuk-tumpuk tak kasat mata. Seperti
merakit bom atom. Pelan-pelan, terkumpul sedikit demi sedikit, nanti meledak
juga.
Baru deh nyesel.
Perpus Fisipol, UGM
Komentar
Posting Komentar