Langsung ke konten utama

Buah Kapas



Di tengah rasa kekesalanku yang kian memuncak. Sejujurnya, sering terbesit di kepala, “apa sebenarnya, aku yang memulai kekacauan ini?”, “Apa mungkin, yang paling patut disalahkan itu adalah aku?”

Aku tidak tahu mengapa, masih saja gagal untuk menjadi egois sampai akhir.

Di sela-sela rasa marah dan dendam yang aku tumpuk-tumpuk, aku menangis terisak-isak. Terus membodohi diri. Mengapa aku begitu lemah?

Di tengah renungan panjangku, aku mulai percaya bahwa bisa saja aku yang salah.

Namun, mengapa rasanya seperti ini akan terus berulang? Tidak akan berubah, hanya akan terus aku yang salah.

Mengapa hanya aku yang akan terus merasa bersalah? Tidak bisakah aku memiliki kebenaran walau hanya 1% saja?

Belakangan ini, aku sering merasa tidak mengenali diriku. Mengapa aku di sini? Untuk apa aku sebenarnya di sini?

Aku merasa seperti kapas yang gugur dari buahnya, pohonku ditempa angin yang maha dahsyat. Tapi aku tidak bisa menyentuh tanah. Terombang-ambing, menyangkut pada dahan-dahan tajam yang tidak kukenali.

Aku ingin berpegangan. Tapi sayanganya aku hanyalah seonggok kapas. Rapuh, tercerai berai, makin menipis tiap waktunya.

Aku mudah terbakar, debu kerap mengotori sekujur tubuhku, air mata membuatku layu dan mengecil.

Semoga, suatu hari nanti benih yang menempel padaku tumbuh baik di tempat yang layak. Dia menjadi kuat, bersih, dan bisa mencintai dirinya sendiri.

 

 

130320251045

-Di sebuah bilik perpustakaan

 

 


Komentar